Mbah Goggle menyediakan
semua informasi yang kita butuhkan!
Waktu itu
puncak-puncaknya aku penasaran, kenapa kalau capek, bawah perut sebelah kiri
sakit-nyeri-ngilu seperti ditusuk-tusuk hingga terus menjalar ke kedua ujung
kaki, clekit-clekit. Terus dibagian panggul atau pinggul ya namanya, itu juga
linu.
Kadang kalau dipaksa
buat jalan, nyerinya maksimal, uwouwooo. Dan berakhir hanya mampu leyeh-leyeh
di kasur.
Nyeri
perut kiri bawah… kata kunci yang aku pakai, dan
hasilnya, walah…salah satu dari sekian banyak jenis sakit yang muncul adalah:
Kista Ovarium, Endometriosis. Aku baca betul-betul tiap artikel dan
mengingat-ingat gejala yang lain pada tubuh aku, yakni: keputihan cukup banyak.
Dan, ya, aku yakin
bahwa ada sesuatu yang gak beres dengan organ wanita aku. Aku mengajak temenku
untuk temani cek hasil gogglingku ke rumah sakit RKZ Surabaya. Kebetulan, ada dokter spesialis obgyn bergender: perempuan.
Seperti pada umumnya
bila ke dokter, akan ditanya gejalanya apa. Aku jawab, nyeri di perut kiri
bawah hingga ujung kaki ngilu.
Lalu ibu dokter cantik
yang ramah mengarahkanku untuk berbaring di kasur dimana sebelah kanan
alat-alat obgyn seperti USG, layar monitor, dan lain-lain. Beliau bilang, coba
kita USG ya mbak.
Saat di-USG itulah
tampak di layar monitor beberapa lingkaran-lingkaran dengan warna gelap disisi
lain, dan warna terang disisi satunya.
Ibu dokter yang elegan
itu menatapku. Ini kok sepertinya, kistanya, kista ada kontennya ya mbak. Ada
cairannya gitu. Wajahnya kembali menyimak layar monitor.
Sudah menikah toh?
Tanya bu dokternya lagi.
Aku mengangguk. Terus
beliaunya menginformasikan akan di-USG kembali, kalau tadi standart USG perut.
Kali ini lewat, maaf, vagina. Kata beliau, akan tampak lebih jelas.
Yups. Aku sebenarnya
agak deg-deg an juga. Tapi ada daya. Dah kepalang tanggung masuk dalam tahapan
proses identifikasi sakitku. Pasrah.
Rileks ya mbak. Bu
dokternya jelas tahu, perubahan raut wajahku, menegang.
Aku tarik nafas,
berusaha segera mendapatkan ketenangan. Kata bu dokternya, biar alatnya mudah
dimasukkan dan segera diketahui lewat layar monitor organ dalam kewanitaanku
dan indikasi kista yang ada. Tuhaaan.
Temanku, Lilik yang
duduk di meja dokter, aku lirik tertunduk, tak tega melihat kearahku. Yang
terjadi, terjadilah, batinku. Hei, it’s life!
Sekian menit berlalu.
Ibu dokternya
memastikan bahwa memang ada kista, letaknya menyatu dengan ovariumku. Dan
kistanya termasuk kista yang mengandung cairan. Diameternya sudah cukup besar,
6 cm, Hanya bisa dilakukan tindakan operasi untuk mengambilnya.
Bila diameternya masih
dibawah 3 cm, cukup konsumsi pil KB sesuai petunjuk dokter agar kista mengecil,
lalu luruh dengan sendirinya.
Juga ditemukan ada
beberapa myoma berdiameter 1 hingga 2 cm disekitar rahimku.
Dan selanjutnya, ibu
Dokter cantik yang aku lupa namanya menuliskan surat rekomendasi ke dokter
spesialis obgyn di klinik fertilitas di rumah sakit graha amerta, DR. Relly.
“rumah sakit ini belum
punya peralatan lengkap untuk operasi laparoskopi. Untuk kasus seseorang yang
belum mempunyai anak, memang disarankan menggunakan operasi jenis itu.
Laparoskopi mengurangi dampak kerusakan pada rahim. “
“Semisal mbaknya sudah
punya anak, 2, 3, atau bahkan 4 dan sudah memutuskan tidak mau hamil lagi, ya,
baru aku bisa mbak, operasi seperti cesar yang langsung dibedah lebar
perutnya.”
“Ni mbaknya belum punya
anak. Nah, DR. Relly ahlinya laparoskopi. Jadi, perutnya mbak hanya dilubangi
kecil, kurang dari 1 cm. Begitu.”
Aku hanya angguk-angguk,
dengerin penjelasan beliaunya.
Hari berikutnya, aku
menemui DR. Relly sambil menyerahkan surat rekomendasi dari dokter sebelumnya.
Setelah diperiksa
kembali, DR. Relly memastikan bahwa memang ada kista dengan diameter 6cm, kalau
ada dana, beliau menyarankan untuk segera dioperasi. Beliau juga membenarkan
adanya beberapa myom disekitar rahim.
“Mbak, tahapan
berikutnya, hispatologi ya. Tindakan sebelum operasi, biar saya mengetahui
letak pasti dari myoma itu, dan tadi
saya juga sempat melihat ada semacam polip juga.”
Beberapa hari kemudian,
dengan kesiapan dana dan mental, saya kembali konsultasi. DR. Relly menjelaskan
bahwa untuk hispatologi akan dilakukan dalam keadaan sadar, dan agak sakit,
kata beliau.
Lagi-lagi aku hanya
tersenyum. Beliau juga menanyakan, kok sendirian. Suami atau keluarga mana? Aku
jawab, kerja.
Gak deg-degan, gak
nervous. Keinginan untuk segera bersih dari berbagai macam penyakit dialat
reproduksiku dan keinginan segera mempunyai momongan lebih kuat.
Dan, oh Tuhaaaaan.
Sakitnya luar biasa. Sebuah alat yang terdiri dari mini kamera, terus alat
kecil lainnya yang bila ditekan bisa mengeluarkan air dimasukkan ke vaginaku.
Terus, hingga posisi
pasti kista, myoma, dan diduga polip ditemukan.
Saking gak tahannya,
aku teriak-teriak. Aku cakar 1 diantara 3 atau 4 calon dokter spesialis yang
sedang belajar hispatologi. Ho, ya, aku pasien yang dijadikan studi kasus. Malu
juga. Gak tahu, kalau ternyata saat proses hispatologi itu aku dijadikan
semacam alat praktek. Ya, sudahlah.
Sekitar 10 menitan
berlangsung. Begitu selesai, untuk mengurangi rasa sakit, perawatnya memasukkan
2 kapsul berbentuk seperti peluru ke, maaf, duburku.
Suamiku menyusul
kemudian, mengingat sakit yang luar biasa itu, aku mengabarinya. Meski, sesaat
setelah 2 kapsul itu dimasukkan, rasa sakitnya berangsur menghilang.
2 minggu berselang…
Aku menyetujui saran
dokter untuk segera dioperasi dengan metode laparoskopi itu. Sebelum itu,
kembali aku mempercayai mbah google untuk mengetahui info-info apa itu
laparoskopi.
Diantara link terkait
laparoskopi, ada 1 video youtube dimana yang mengunduh itu adalah bapak dokter
aku, DR. Relly.
Beberapa hari kemudian,
aku mantap untuk menjalani laparoskopi.
Kurang lebih 4 jam,
bius total, hingga aku siuman…
Diantara setengah sadar
itu DR. Relly mengatakan:
“Kamu hanya bisa
mempunyai keturunan dengan bayi tabung…”
Ruangan pasca operasi
itu dingin, lalu kalimat itu muncul, diantara sadar-tidak sadarku…
“Saya sudah cek tuba
falopi kanan dan kirimu. Yang kiri merekat jadi satu dengan jaringan
pencernaan. Yang kanan sudah kami uji dengan cairan biru, buntu.”
“Jadi, mau kapan bayi
tabungnya? Mumpung ‘bersih’ rahimmu.”
Diam.
Pasrah. Tuhan punya skenario
terbaik bagi umatNya.
Kisaran Total Biaya Pra dan Pasca Laparoskopi: Rp. 20.000.000,- Dengan rincian: biaya laparoskopinya sendiri saat itu Agustus 2011, Rp. 16.000.000,-. Lain-lain: biaya Hispatologi: Rp. 1.000.000,-, pil KB resep dokter pasca operasi per 2 minggu sekitar Rp 100.000,- (harga tergantung beli di apotik mana.) penulis konsumsi itu sekitar kurang lebih 6 bulan, konsultasi dokter pra dan pasca per kedatangan Rp. 150.000,- biaya USG dan lain-lain.
*koreksi saya bila ada
kesalahan dalam penuturan medis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar