Translate

Kamis, 08 Januari 2015

Mercusuar Putih di Bangkalan, Madura



Mercusuar


Mercusuar
  

Sesuai janji sebelumnya, bahwa penulis akan membahas tentang Mercusuar di Bangkalan, Madura. Bahasan ini sempat sedikit disinggung di tulisan warung seafood: Matus.


Karena fungsinya yang membantu penerangan kapal untuk menghindari karang-karang laut, tentu keberadaannya selalu disekitar pinggir pantai. Hingga bagi penduduk setempat Mercusuar ini, terkenal dengan sebutan lain: LAMPU.


Berjarak sekian puluh meter dari warung seafood: Matus, dari kejauhan sudah tampak terlihat, gagah menjulang berwarna putih bersih. Karena setahun atau dua tahun silam memang di’bersih’kan. Kinclong baik badan Mercusuar maupun lingkungan disekellilingnya. Meski didalam Mercusuarnya dah mulai kotor lagi sih.


Cukup banyak pengunjungnya, terutama hari sabtu, minggu, dan tanggal-tanggal merah. Sayangnya diantara pengunjung masih banyak yang belum bisa menjaga dengan baik peninggalan bersejarah, coretan mulai memenuhi dinding Mercusuar.


Mercusuar tersebut dibangun dibawah kekuasaan Wilhem pada tahun 1848, ini tertulis jelas di pintu masuk.

Kurang lebih ada 13 lantai untuk menuju puncak Mercusuar. Semakin naik, semakin mengerucut. Capek? well, iya. Tapi worth it-lah. Sesampainya diatas, bisa melihat dengan bebas, selat Madura. Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Kota Gresik. Disisi lain, warna-warni gradasi hijau dari pepohonan, hutan bakau disekeliling area Mercusuar semakin membuat asri pemandangan dari atas.

Penulis juga nyempetin untuk teriak sekencang-kencangnya...mencari kelegaan hati dan pikiran. Hahaaa.

Mitos yang beredar:

"Jangan kesana dengan pasangan, nanti berpisah."

Well, believe it or not ;D


salah satu sudut pandang dari atas Mercusuar

sempetin foto, view bagus di jembatan menuju Mercusuar

Tarif masuk sepeda motor ke area parkir Mercusuar:  Rp. 2000,-
Tarif masuk mobil ke area parkir Mercusuar: Rp. 3000,-
Tarif menaiki Mercusuar: Rp. 5000,-
Tentang makanan, gak perlu kuatir, di sekitar area terdapat 3 atau 4 lapak sederhana yang menjual rujak cingur yang lumayan-lah untuk mengisi perut dan berbagai macam minuman. Harganya? Sangat bersahabat. Kisaran Rp. 3000 – Rp. 5000,-

Me vs Alien in my body...

"Kista Endometriosis dan Vonis Bayi Tabung"

Mbah Goggle menyediakan semua informasi yang kita butuhkan!

Waktu itu puncak-puncaknya aku penasaran, kenapa kalau capek, bawah perut sebelah kiri sakit-nyeri-ngilu seperti ditusuk-tusuk hingga terus menjalar ke kedua ujung kaki, clekit-clekit. Terus dibagian panggul atau pinggul ya namanya, itu juga linu.
Kadang kalau dipaksa buat jalan, nyerinya maksimal, uwouwooo. Dan berakhir hanya mampu leyeh-leyeh di kasur.

Nyeri perut kiri bawah… kata kunci yang aku pakai, dan hasilnya, walah…salah satu dari sekian banyak jenis sakit yang muncul adalah: Kista Ovarium, Endometriosis. Aku baca betul-betul tiap artikel dan mengingat-ingat gejala yang lain pada tubuh aku, yakni: keputihan cukup banyak.

Dan, ya, aku yakin bahwa ada sesuatu yang gak beres dengan organ wanita aku. Aku mengajak temenku untuk temani cek hasil gogglingku ke rumah sakit RKZ Surabaya. Kebetulan, ada dokter spesialis obgyn bergender: perempuan.

Seperti pada umumnya bila ke dokter, akan ditanya gejalanya apa. Aku jawab, nyeri di perut kiri bawah hingga ujung kaki ngilu.

Lalu ibu dokter cantik yang ramah mengarahkanku untuk berbaring di kasur dimana sebelah kanan alat-alat obgyn seperti USG, layar monitor, dan lain-lain. Beliau bilang, coba kita USG ya mbak. 

Saat di-USG itulah tampak di layar monitor beberapa lingkaran-lingkaran dengan warna gelap disisi lain, dan warna terang disisi satunya.

Ibu dokter yang elegan itu menatapku. Ini kok sepertinya, kistanya, kista ada kontennya ya mbak. Ada cairannya gitu. Wajahnya kembali menyimak layar monitor.
Sudah menikah toh? Tanya bu dokternya lagi.

Aku mengangguk. Terus beliaunya menginformasikan akan di-USG kembali, kalau tadi standart USG perut. Kali ini lewat, maaf, vagina. Kata beliau, akan tampak lebih jelas.

Yups. Aku sebenarnya agak deg-deg an juga. Tapi ada daya. Dah kepalang tanggung masuk dalam tahapan proses identifikasi sakitku. Pasrah.

Rileks ya mbak. Bu dokternya jelas tahu, perubahan raut wajahku, menegang.

Aku tarik nafas, berusaha segera mendapatkan ketenangan. Kata bu dokternya, biar alatnya mudah dimasukkan dan segera diketahui lewat layar monitor organ dalam kewanitaanku dan indikasi kista yang ada. Tuhaaan.

Temanku, Lilik yang duduk di meja dokter, aku lirik tertunduk, tak tega melihat kearahku. Yang terjadi, terjadilah, batinku. Hei, it’s life!

Sekian menit berlalu.

Ibu dokternya memastikan bahwa memang ada kista, letaknya menyatu dengan ovariumku. Dan kistanya termasuk kista yang mengandung cairan. Diameternya sudah cukup besar, 6 cm, Hanya bisa dilakukan tindakan operasi untuk mengambilnya. 

Bila diameternya masih dibawah 3 cm, cukup konsumsi pil KB sesuai petunjuk dokter agar kista mengecil, lalu luruh dengan sendirinya.

Juga ditemukan ada beberapa myoma berdiameter 1 hingga 2 cm disekitar rahimku.
Dan selanjutnya, ibu Dokter cantik yang aku lupa namanya menuliskan surat rekomendasi ke dokter spesialis obgyn di klinik fertilitas di rumah sakit graha amerta, DR. Relly.

“rumah sakit ini belum punya peralatan lengkap untuk operasi laparoskopi. Untuk kasus seseorang yang belum mempunyai anak, memang disarankan menggunakan operasi jenis itu. Laparoskopi mengurangi dampak kerusakan pada rahim. “

“Semisal mbaknya sudah punya anak, 2, 3, atau bahkan 4 dan sudah memutuskan tidak mau hamil lagi, ya, baru aku bisa mbak, operasi seperti cesar yang langsung dibedah lebar perutnya.”

“Ni mbaknya belum punya anak. Nah, DR. Relly ahlinya laparoskopi. Jadi, perutnya mbak hanya dilubangi kecil, kurang dari 1 cm. Begitu.”

Aku hanya angguk-angguk, dengerin penjelasan beliaunya.

Hari berikutnya, aku menemui DR. Relly sambil menyerahkan surat rekomendasi dari dokter sebelumnya.

Setelah diperiksa kembali, DR. Relly memastikan bahwa memang ada kista dengan diameter 6cm, kalau ada dana, beliau menyarankan untuk segera dioperasi. Beliau juga membenarkan adanya beberapa myom disekitar rahim.

“Mbak, tahapan berikutnya, hispatologi ya. Tindakan sebelum operasi, biar saya mengetahui letak pasti dari  myoma itu, dan tadi saya juga sempat melihat ada semacam polip juga.”

Beberapa hari kemudian, dengan kesiapan dana dan mental, saya kembali konsultasi. DR. Relly menjelaskan bahwa untuk hispatologi akan dilakukan dalam keadaan sadar, dan agak sakit, kata beliau.

Lagi-lagi aku hanya tersenyum. Beliau juga menanyakan, kok sendirian. Suami atau keluarga mana? Aku jawab, kerja.

Gak deg-degan, gak nervous. Keinginan untuk segera bersih dari berbagai macam penyakit dialat reproduksiku dan keinginan segera mempunyai momongan lebih kuat.
Dan, oh Tuhaaaaan. Sakitnya luar biasa. Sebuah alat yang terdiri dari mini kamera, terus alat kecil lainnya yang bila ditekan bisa mengeluarkan air dimasukkan ke vaginaku.

Terus, hingga posisi pasti kista, myoma, dan diduga polip ditemukan.

Saking gak tahannya, aku teriak-teriak. Aku cakar 1 diantara 3 atau 4 calon dokter spesialis yang sedang belajar hispatologi. Ho, ya, aku pasien yang dijadikan studi kasus. Malu juga. Gak tahu, kalau ternyata saat proses hispatologi itu aku dijadikan semacam alat praktek. Ya, sudahlah.

Sekitar 10 menitan berlangsung. Begitu selesai, untuk mengurangi rasa sakit, perawatnya memasukkan 2 kapsul berbentuk seperti peluru ke, maaf, duburku.

Suamiku menyusul kemudian, mengingat sakit yang luar biasa itu, aku mengabarinya. Meski, sesaat setelah 2 kapsul itu dimasukkan, rasa sakitnya berangsur  menghilang.

2 minggu berselang…
Aku menyetujui saran dokter untuk segera dioperasi dengan metode laparoskopi itu. Sebelum itu, kembali aku mempercayai mbah google untuk mengetahui info-info apa itu laparoskopi.

Diantara link terkait laparoskopi, ada 1 video youtube dimana yang mengunduh itu adalah bapak dokter aku, DR. Relly.


Beberapa hari kemudian, aku mantap untuk menjalani laparoskopi.
Kurang lebih 4 jam, bius total, hingga aku siuman…
Diantara setengah sadar itu DR. Relly mengatakan:

“Kamu hanya bisa mempunyai keturunan dengan bayi tabung…”
Ruangan pasca operasi itu dingin, lalu kalimat itu muncul, diantara sadar-tidak sadarku…

“Saya sudah cek tuba falopi kanan dan kirimu. Yang kiri merekat jadi satu dengan jaringan pencernaan. Yang kanan sudah kami uji dengan cairan biru, buntu.”

“Jadi, mau kapan bayi tabungnya? Mumpung ‘bersih’ rahimmu.”

Diam.
Pasrah. Tuhan punya skenario terbaik bagi umatNya.

Kisaran Total Biaya Pra dan Pasca Laparoskopi: Rp. 20.000.000,- Dengan rincian: biaya laparoskopinya sendiri saat itu Agustus 2011, Rp. 16.000.000,-. Lain-lain: biaya Hispatologi: Rp. 1.000.000,-, pil KB resep dokter pasca operasi per 2 minggu sekitar Rp 100.000,- (harga tergantung beli di apotik mana.) penulis konsumsi itu sekitar kurang lebih 6 bulan, konsultasi dokter pra dan pasca per kedatangan Rp. 150.000,- biaya USG dan lain-lain.

*koreksi saya bila ada kesalahan dalam penuturan medis




Pendidikan featuring Akun Media Sosial



Bantu Pendidikan Anak-Anak Indonesia dengan Akun Media Sosialmu
Oleh RioRio

                Hidup itu pilihan, memang. Terdengar klise, tapi benar adanya. Berawal dari kecintaan akan biji kopi, saya membuat 1 akun disalah satu sosial media yakni twitter karena ingin menjadi followers sebuah warung kopi sederhana yang mengusung konsep unik seperti sebuah klinik. Iya, pertengahan Desember, saya membuat 1 akun twitter dan langsung following @klinikkopi untuk mengetahui berbagai macam jenis kopi yang dijual, jam operasionalnya, mempelajari kopi dan penyajiannya yang benar dari kultwit-kultwitnya. 

            Saya juga memperhatikan bahwa ada yang cukup unik dari akun twitter @klinikkopi ini. Apa itu? Si Pemilik akun, mas Pepeng, selalu rajin me-retweet kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan beberapa komunitas pecinta dunia pendidikan. Dan saat saya menulis artikel ini @klinikkopi sudah mempunyai 2632 followers. Jadi sekalinya me-retweet, ada 2632 followers yang siap menerima informasi tersebut. Rantai-berantai, itu keunggulan menjadi aktif di akun sosial media. Mengapa? Dari ribuan followers @klinikkopi, diantaranya ada juga yang memiliki ribuan followers. Saya contohkan disini, seperti akun twitter @ardhi_qeju dengan 1459 followers pendukung komunitas @cacjogja, @fanbul salah satu penggiat sosial di @saungmimpi dengan 4870 followers, @marcokilima salah satu pendiri BUP ( Buku untuk Papua ) Jogja dengan 612 followers, dan masih banyak akun twitter yang lain. Itu berarti semakin meluaslah informasi-informasi hasil dari re-tweet berantai tersebut.

              Kembali ke dunia pendidikan. Ternyata mulai banyak kawula muda yang menggunakan keuntungan positif akun media sosial ini yang digunakan oleh penggerak-penggerak muda sebagai sarana untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan anak bangsa. Berikut beberapa contoh akun twitter mereka yang bergerak dan fokus di dalam dunia pendidikan:

1.      @cacjogja
Awal saya mengetahui komunitas ini, saat datang pertama kali ke @klinikkopi. Mas Pepeng, si pemilik klinik kopi, selalu menunjuk 1 celengan dari seng berwarna dasar krem muda dengan bentuknya silinder memanjang keatas bergambar anak-anak sedang bersekolah. Di gambar itu, tampak senyum kegembiraan diwajah mereka. Mungkin karena bisa bernafas lega bisa terus melanjutkan sekolah.

Tag line mereka cukup menarik: Receh nggak Remeh!
Seperti kepanjangannya cac adalah coin a chance. Komunitas ini mengumpulkan koin-koin dari donatur dengan cara menaruh puluhan celengan kecil ke berbagai hotel, restoran, atau café-café. Istilah mereka, dropping point, lalu mengambilnya setiap bulan untuk disalurkan kepada anak-anak yang kurang mampu dari tingkat SD hingga SMP. Menarik sekali bukan? Dari hanya sekedar recehan, mampu untuk membiayai sekolah anak-anak kurang mampu.
2.      @saungmimpi dan @kelasinspirasi

2 akun ini bergerak dikegiatan sosial yang hampir sama, yaitu: berbagi inspirasi lewat profesi , kalimat ini adalah tag line dari: @kelasinspirasi, kepada anak-anak khususnya tingkat sekolah dasar .
Sesuai tag line masing-masing akun, untuk @saungmimpi, sebagai berikut: kegiatan sosial berbentuk sekolah keliling yang mengajak anak-anak untuk bermain sambil bermimpi. Ayo bermimpi dan lalu mewujudkannya. Kegiatan mereka mengajak anak-anak untuk berani bermimpi, berbagi informasi berbagai profesi yang bisa diraih oleh anak-anak tersebut.
Prioritas daerah komunitas ini adalah sekolah dasar di daerah-daerah terpencil, terisolir oleh konktur daerah pegunungan, perbukitan, atau bahkan daerah padat penduduk yang tingkat perekonomian lingkungan sekolah tersebut menengah ke bawah.

2 komunitas ini didirikan, setelah mengetahui dengan miris, saat anak-anak tersebut ditanyakan apa cita-citanya setelah bersekolah nanti? Mereka rata-rata menjawab jenis pekerjaan dari orang tua mereka, yakni buruh tani, buruh angkut,dan pekerjaan-pekerjaan sejenis itu. Maka mengetahui miskinnya informasi terkait jenis profesi-profesi diluar lingkungan mereka itulah, akhirnya 2 komunitas ini dibentuk. Untuk menunjukkan pada anak-anak minim informasi itu, bahwasanya diluar tembok sekolah nantinya mereka bisa menjadi apa saja yang mereka inginkan seperti pilot, dokter, pelukis, koki handal, arsitek, dan lain-lainnya. Membuat, membuka mimpi baru yang sebelumnya mereka tidak pernah tahu, dan lalu mewujudkannya.  Hebat!


Last but not least,
3.      @BUPjogja
BUP kependekan dari Buku untuk Papua. Dari nama komunitasnya, kita sudah mengetahui bahwa mereka bergerak dibidang pengumpulan buku untuk didistribusikan ke Papua. Tanah paling timur di Indonesia dengan konktur daerah berupa perbukitan, pegunungan, hutan  tropis lebat yang masih alami. Dan kondisi itulah yang menjadi salah satu alasan lambatnya pemerataan perangkat sekolah yang memadai. Namun, komunitas @BUPjogja ini mampu menjawab tantangan itu. dengan ketersediaan jejaring yang rapi antar komunitas di pulau Jawa dan di Papua, lalu koordinasi yang tepat, pendistribusian buku mudah tersalurkan ke segala pelosok Papua. Seperti tag line @BUPjogja: Our Passion isn’t collecting books, but distributed knowledges.
            Saya mengamati, bahwa kampanye dan berbagai program menarik di akun komunitas sangat intens dilakukan. Kemudian oleh followersnya di re-tweet, berantai oleh followers berikutnya, begitu seterusnya. Jadi, semakin banyak yang mengetahui eksistensi mereka, tujuan mulia yang dilakukan, terbuka kemungkinan diantara followers menjadi relawan atau bahkan donatur tetap komunitas ini, semakin hari semakin bertambah, dengan kekuatan jangkauan internasional dari jejaring media sosial ini. Dahsyat bukan?

            Jadi tidak harus menunggu dan melimpahkan semua ke pemerintah. Kita bisa memilih untuk menjadi pribadi yang lebih kreatif, pribadi yang lebih peka, lalu action, bergerak!
Seperti quote terkenal dari John F Kennedy, presiden Amerika Serikat: Jangan tanyakan apa yang negaramu bisa lakukan untukmu, tapi tanyakan apa yang bisa kamu lakukan untuk negaramu.

            Yah, hidup itu memang pilihan. Seperti para pendiri komunitas-komunitas ini, mereka memilih untuk swadaya masyarakat melalui akun media sosial, twitter, demi dunia pendidikan yang merata, demi impian-impian indah anak-anak Indonesia, demi tercapainya pengharapan hidup yang lebih layak untuk anak-anak Indonesia. Mari menjadi bagian dari pergerakan komunitas-komunitas ini. Sederhana saja, dengan memfollow mereka, lalu me-re-tweet berita-berita mereka, kita sudah turut andil menyebarluaskan kegiatan-kegiatan positif yang mereka lakukan.

            Sungguh hidup itu pilihan, memang. Termasuk dalam penggunaan positif media sosial untuk dunia pendidikan Indonesia.

pic by @piknikmuseum . . . aku pinjem dulurs 

re-post

Kita Hanya Terdiam

Kita hanya terdiam, duduk tanpa jarak, kenapa kamu menjadi sepi? 

Rabu, 07.05.2014
Setiap hari Rabu, Djendelo Koffie mengadakan malam sastra. Berbagai acara sastra seperti pembacaan puisi atau cerita pendek ( cerpen ) rutin digelar. 


Rima

Hmm, karya cerita apa lagi yang akan mereka tampilkan. Menarik. Semoga dia tampil lagi. Dan, apakah dia masih saja dengan kegalauannya itu. Ssshh. Aku berdesis, kalau mengingat setiap dia tampil, selalu saja hal-hal berbau cinta—kasih tak sampai. Poor girl.

Aku putar-putar gantungan kunci motorku. Melenggang menaiki tangga café. Tempat duduk mash banyak yang kosong, pengunjung masih sepi. Aku lirik jam tanganku, 20.00 WIB. Pantas. Acara dimulai sekitar pukul 20.30. Cari posisi yang nyaman dan bisa menghadap lurus ke panggung.

“Mbak, pesen minum dong. Hot chocolate saja ya.” Teriakku pada salah satu pelayan berkerudung.
***

Disuatu hari, disuatu bulan, 2012
Besok aku terbang ke Paris. Sangat ingin menyapamu kembali.
Sent.

Sebaris kalimat sederhana yang tak sesederhana itu terangkai, dan lalu dikirim. Ada rentang waktu sekian hari untuk menghapus—mengetiknya ulang—berjeda waktu sekian jam, hanya untuk menekan tombol—sent.

Jarak dan waktu bukanlah hal yang memisahkan mereka.  Ajaib! Ralat—memisahkan? Memisahkan tak layak untuk menggambarkan hubungan keduanya. Lebih tepatnya, canggung. Entah. Ada sesuatu hal yang tak sepaham dan tak sepengharapan salah satu pihak.


Noira

Aku menghela nafas. Senyum-senyum sendiri. Sudah ‘gila’, aku, mungkin. Gila dengan semua teka teki waktu yang diberikannya. Gila dengan rasa penasaranku yang teramat sangat dengan perbedaan sikapnya. Tanpa ada penjelasan sedikit pun darinya tentang ini semua.

Aku masih ingat. Tentulah, aku masih ingat jelas. Sesaat setelah pesawatnya dari Jakarta landing. Aku menjemputnya, kami berdua lalu menuju sebuah coffee shop di sudut bandara Adi Sucipto. Dia pesan hot Americano, dan aku sendiri, ice cappuccino. Masih, masih ada kehangatan, kami masih bersenda gurau layaknya dua sahabat. Dia ceritakan pengalamannya selama mengajar bahasa Perancis di sebuah  Institute perguruan tinggi Jakarta. Bagaimana genitnya mahasiswi-mahasiswi yang dihadapinya. Lalu agresif meminta contact personnya.

Bukan waktu yang tepat.
Itu isi terakhir WhatsAppnya dia. Hanya berselang seminggu dari pertemuan kami di bandara. Sejak itu dia ‘menghilang’ lalu muncul dengan sosok yang berbeda. Dingin_seakan tak pernah akrab denganku. Lebih sering diam, senyum tipis, acapkali kami bertemu didalam keramaian event-event Jogja.

T I R A K A T, itu salah satu timelinemu di akun sosial media. Dengan tanggal yang sama, saat kamu mengirimkan WhatsApp tentang waktu kepadaku.

Lepas setahun darimu pun, aku masih menyayangimu.

Aku sibak tirai jendela kamar. Masih pagi, pukul 08.00. Penatku. Dua hari tidurku kurang nyenyak, demi hari ini. Pukul 1 siang nanti, disebuah bangunan bersejarah kota Jogja. Angin semilir, menyentuh rambutku, sejuk. Hppfh, aku menghela nafas lagi. Apa yang terjadi nanti.

Iya, selang sekian jam, dia membalas WA-ku. Senang? Pasti. Meski dibalas hanya dengan 3 kata: Iya, aku usahakan. Ahh, 3 kata itu sudah cukup, setidaknya ada respon.

Usahakan—noted! Pilihan kata probabilitas darinya.

Pukul 12.30 tepat. Aku sudah duduk manis, rapi, anggun, dibawah gencaran panas matahari Jogja musim kemarau. Setengah jam berikut, aku masih bisa duduk tegak, mengambil posisi berhadap-hadapan dengan candi Prambanan. My favorit temple. Karena keanggunan gabungan candi-candi didalamnya. Menjulang semampai lalu mengerucut diatasnya.

Sudah lewat 1 jam, belum ada tanda-tanda muncul darinya. Celingak-celinguk. Bergantian antara melihat HP, memutari sekeliling, benahin gamis terusan hijau tua, rapiin kerudung soft pink motif bunga-bungaku. Kembali menatap HP. Begitu terus, terulang.

Bulir peluh kombinasi gelisah dan terik matahari sudah membaur. Sikap anggun, telah lama menguap. Jam tangan sudah menunjukkan pukul stengah 4 sore.


Galang

Aku melihatnya. Dia cantik dan tampil anggun, seperti biasanya—Iya, tentu, aku ingin datang, untuk melihatmu terakhir kali, sebelum kamu akan menyesak jauh ke benua biru.

Maaf. Keputusanku bulat, Noira, untuk tidak lagi menemuimu, menatapmu, dan berbicara denganmu.

Mana sanggup aku melakukan itu semua.

Pada waktu lalu, aku pengagummu. Aku nyaman denganmu, kala itu. Sekarang, sudah tak sama lagi, Noira. Aku, bukan aku yang dulu. Kamu masih sama, sosok yang ramah, lembut, keibuan, ceria, dan selalu siap ada kapanpun aku akan datang kembali. Aku yang berubah.

Sudah 2 jam aku berdiri, bersandar dipohon berdiameter sedang. Menatap lekat kearahmu. Bersembunyi darimu. Iya, aku ambil jarak denganmu. Mata teduhmu bisa melumatku dalam. Tak ingin aku hilang control akan diriku, Noira. Dan, disini adalah jarak teraman buatku.

Kamu lebih elegan dengan hijabmu, Noira. 

Aku kangen dengan tawa renyahmu, sentilan humormu. Dan, apa kabar dengan rambut hitam legammu? Masihkah tergerai panjang?

Ahh, kamu  mulai beranjak pergi. Maaf Noira. Bahagialah dengan hidupmu kelak.

Aku hanya bisa tertelungkup. Badanku kubiarkan melorot begitu saja. Sakit dipunggung karena gesekan pohon tak kurasakan.

Apa yang saat ini kulakukan Noira? Apa??!

Kakiku gentar untuk mendekatimu.

Bip, bip. Suara notifikasi WhatsApp.

Noira.

Rosemary and musk, aromamu. Kamu ada, tapi tak menghampiriku. Mungkin tidak sekarang waktu yang tepat untukku darimu.
*** 

“ Mas, titip ini ke mbak yang baca cerpen itu.” bisik Rima ke pembawa acaranya.

Amplop coklat ukuran sedang, diselipkan Rima ke tangan pembawa acara sastra itu, yang kikuk menerimanya.

Rima memandang sekilas--raut wajah sendu mbak pembaca cerpen yang tak pernah dia tahu siapa namanya. Yang Rima tahu, kisah-kisah yang dibacanya adalah tentang seseorang yang sangat dekat dengannya. Galang, kakak kandungnya.

Rima melangkah pergi. Sekali lagi diliriknya, mbak si pembaca cerpen yang sudah menerima dengan heran, amplop coklat dari si pembawa acara.

Hai, mbak pembaca cerpen. Aku adiknya Galang. Yang aku yakin kisah-kisah yang selalu kamu baca, baik puisi maupun cerpen ditujukan kepadanya. Aku sarankan, berhentilah menunggunya, dan lanjutkan hidupmu dengan yang lain, bukan dia.


Noira

Amplop coklat?

“Dari siapa mas?” tanyaku pada si pembawa acara. Dia membalasnya hanya dengan mengangkat bahu. Tak tahu siapa.

Segera, aku merobek pelan amplop itu. Didalamnya ada 3 lembar foto dan beberapa artikel koran. Foto Galang tanpa rambut. Wajahnya bercahaya, wajah orang khusuk beribadah. Pakaiannya putih berpotongan sederhana menutupi sekujur badan. Dia berada di salah satu pesantren di ranah Sulawesi, background fotonya menjelaskan itu. Sekilas aku baca artikel-artikel yang memuat dirinya. Kugigiti bibir bawahku, penantianku selama menahun berakhir malam ini. Kelu.

Galangku telah memilih jalannya. 

SUFI.









 re-post cerpen
 special thanks to: @flo_chan1003